25 Tatanan letak rumah menurut Asta Kosala Kosali. Asta Kosala Kosali adalah teknik penataan rumah atau bangunan suci di Bali. Penataan ini biasanya didasarkan oleh anatomi tubuh manusia. Biasanya yang melakukang pengukuran ini adalah para pemuka agama atau biasa disebut pemangku. Pengukuran didasarkan pada ukuran tubuh, tidak menggunakan meter.
Padadasarnya Asta Kosala Kosali adalah konsep tata ruang tradisional Bali berdasarkan konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), hierarki tata nilai (Tri Angga), orientasi kosmologis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional dengan skala, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur, dan kejujuran pemakaian material.
DalamAsta Kosala Kosali ini disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus mengikuti aturan-aturan anatomi tubuh pemilik rumah dengan dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura. Asta Kosala Kosali Fengshui Arsitektur Bali
Dalammembangun rumah, masyarakat Bali juga mengenal pakem dalam konsep tata bangunan yang sejalan dengan keagamaan yang dikenal dengan Asta Kosala Kosali. Baca juga: Rumah Adat Aceh: Nama, Ciri Khas, Filosofi, dan Fungsi Tiap Bagiannya. Bagian-bagian dan Fungsi dalam Rumah Adat Bali. Rumah Adat Bali memiliki beberapa bagian.
AstaKosala Kosali memiliki makna filosofis yang tinggi bagi masyarakat Bali, yang merupakan konsep tata ruang tradisional Bali yang berdasarkan pada: atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api.
AstaKosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang mpunya rumah. mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti
Dalampembuatan rumah adat Bali, Asta Kosala Kosali disebutkan juga merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci dalam rumah tradisional Bali, yang penataan bangunannya di dasarkan atas anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.
Dalamsuatu arsitektur bangunan rumah adat Bali ada berbagai macamnya, dan memiliki pedoman tersindiri untuk membangun rumah adat tersendiri, Misalnya berpedoman kepada kosala kosali (pengetahuan arsitektur tradisional Bali). Berikut ini beberapa bangunan rumah adat Bali: 1. Angkul-Angkul
l89m. Rumah yang nyaman akan membuat penghuninya kerasan, lebih produktif, dan sehat. Namun, adakalanya rumah yang sudah dibangun dengan begitu mewah, megah, bahkan sudah memenuhi kriteria ruang yang sehat dan nyaman, malah tidak dapat membuat penghuninya merasa kerasan tinggal di dalamnya karena berbagai sebab, misalnya suasana ruangan yang terasa dingin, kosong, tidak akrab, dan sejenisnya. Hal ini rasa kenyamanan ruangan-ruangan dalam sebuah rumah tidak hanya terbangun berdasarkan wujud fisik arsitektural bangunan semata, tetapi aspek tanah yang menjadi tempat di mana bangunan rumah itu berdiri juga turut menentukan. Sehingga pemilihan tanah yang tepat ikut menjadi faktor penentu kualitas hunian rumah itu pada akhirnya. Banyak sekali kriteria bagaimana cara memilih tanah yang tepat. Masyakarat dunia barat memiliki kriteria bagaimana memilih tanah yang tepat untuk hunian mereka. Masyakarat dunia timur jauh juga memiliki patokan kriteria sendiri berdasarkan ilmu arsitektur kuno warisan nenek moyangnya, yaitu Ilmu Fengshui. Demikian pula di Indonesia, masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kriteria pemilihan tanah yang tepat untuk mendirikan rumah berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Dalam artikel kali ini saya memilih menulis tentang pemilihan tanah untuk membangun rumah berdasarkan Asta Kosala Kosali, yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bali dalam mendirikan bangunan. Kriteria memilih tanah untuk bangunan rumah berdasarkan kearifan lokal suku-suku lainnya di Indonesia akan ditulis pada artikel lain. Asta kosala kosali merupakan pedoman petunjuk dalam budaya masyarakat Bali dalam mengatur atau menata lahan, baik untuk bangunan suci maupun bangunan rumah tinggal yang di dalamnya mengatur ukuran, simbol-simbol, desain, sampai tata ruang bangunan. Tanah yang Baik Dalam asta kosala kosali, ada lima kriteria tanah yang baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Menemu Labha, adalah tanah yang miring ke arah timur. Artinya, bagian tanah di sisi timur lebih rendah daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah ini sangat ideal untuk dipergunakan sebagai tempat mendirikan bangunan karena sinar matahari dapat menyinari bangunan, vegetasi, dan makhluk hidup di atasnya sepanjang hari. Tanah jenis ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dipercaya membawa keberuntungan dan umur panjang. Manemu Labha Paribhoga Wredhi, adalah tanah yang miring ke utara. Artinya bagian tanah di sisi utara lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi selatan. Tanah ini juga sangat ideal untuk bangunan tempat tinggal karena diyakini membawa pengaruh baik dan kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya. Paribhoga Wredhi Karang Dewa Ngukuhin, adalah tanah atau pekarangan yang apabila dimasuki akan memberikan rasa asri, damai, tentram, dan tenang. Tanah ini cukup baik untuk digunakan mendirikan bangunan di atasnya karena diyakini membawa ketentraman dan ketenangan batin serta kedamaian. Karang Dewa Ngukuhin Karang Prekanti, adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul sedalam kira-kira 30 cm akan mengeluarkan bau pedas lalah1. Tanah ini juga baik untuk digunakan mendirikan bangunan karena diyakini mendatangkan kebahagian dan persahabatan. Pekarangan Datar, adalah pekarangan yang datar atau landai, dengan tempat di sekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring2. Tanah ini rata dengan jalan atau pusat kota3. Tanah ini juga relatif baik digunakan untuk membangun hunian, tetapi tidak sebaik dan seideal tanah nomor 1 – 3 di atas. Pekarangan Datar Tanah yang Tidak Baik Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang tidak baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Karang Manyelengking, yaitu dua keluarga yang berbeda golongan bukan satu keluarga menjadi penghuni dalam satu lokasi tanah atau pekarangan dalam satu batasan pagar. Dalam kearifan lokal masyarakat Bali, diyakini hal ini akan mendatangkan marabahaya bagi penghuninya, misalnya penghuni rumah sering sakit. Karang Boros Wong, yaitu lahan atau pekarangan dengan dua buah pintu masuk atau keluar berukuran sama dalam posisi sejajar pada satu bidang sisi. Lahan seperti ini diyakini akan mendatangkan kesulitan ekonomi, kekurangan, dan rasa panas bagi penghuninya. Karang Suduk Angga, yaitu tanah yang terkena air hujan dari atap bangunan orang lain, terkena air limbahan bangunan orang lain, atau kemasukan akar tanaman dari tanah di sebelahnya tanah yang berbatasan. Diyakini bahwa tanah seperti ini akan menyebabkan kesehatan penghuninya terganggu. Karang Melekpek, yaitu tanah yang apabila dimasuki membawa hawa panas yang terus-menerus. Tanah seperti ini diyakini mendatangkan hawa pertikaian, ketidaktenangan, dan terganggunya kesehatan. Karang Ucem, lokasi tanah yang terlihat kusam, kotor, dan tidak bercahaya. Disebut pula dengan pekarangan yang hitam. Tanah seperti ini tidak baik untuk bangunan rumah. Karang Miring ke Barat, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi timur lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah seperti ini diyakini dapat membuat kesehatan penghuninya terganggu. Karang Miring ke Selatan, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi selatan lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi utara. Tanah seperti ini tidak baik digunakan untuk mendirikan bangunan karena diyakini dapat menyebabkan penghuninya terus-menerus diserang desti reluh terang jana4. Karang Berbau, yaitu tanah atau pekarangan yang berbau tidak sedap, memiliki rasa manis dengan tanah berwarna hitam. Tanah seperti ini dianggap berbahaya sehingga tidak boleh digunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal. Karang Bhaya, yaitu lokasi tanah atau pekarangan dimana pada lokasi tersebut yang sering dijumpai ceceran darah mentah tanpa sebab yang jelas. Tanah seperti ini dianggap sangat berbahaya sehingga sangat tidak disarankan untuk digunakan sebagai tempat membangun rumah. Tanah yang Cacat Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang sebenarnya dapat digunakan untuk hunian rumah tinggal tetapi kondisinya masih kurang baik sehingga harus diperbaiki agar dapat difungsikan untuk hunian, yaitu Karang Sandang Lawe, yaitu lokasi tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan pertigaan jalan, istilah lainnya adalah tanah atau pekarangan tusuk sate. Tanah seperti ini dianggap akan membuat kesehatan penghuninya terganggu sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara menggeser pintu keluar masuknya ke kiri atau kanan agar tidak berhadapan lurus dengan pertigaan jalan. Karang Sula Nyupi Karang Apit Yuyu, yaitu tanah atau pekarangan yang pada semua sisinya dikelilingi dilingkari oleh jalan umum, gang, atau sungai. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali diyakini mendatangkan kesialan dan hawa panas. Cara mengatasinya kalau ingin mendirikan bangunan di tanah seperti ini adalah dengan membuat dua buah Pelinggih Padma Capah menghadap ke arah jalan dari pekarangan yang dilingkari5. Karang Kuta Kabanda Karang Apit Rurung, yaitu tanah atau pekarangan yang diapit oleh jalan pada kedua sisinya, baik itu samping kanan dan kiri tanah maupun di muka dan belakang tanah. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dianggap dapat membawa bencana. Cara mengatasinya agar dapat digunakan untuk membangun hunian adalah dengan membangun tempat usaha pada salah satu sisinya, dan pada sisi lainnya yang berbatasan dengan jalan digunakan sebagai lahan sisa. Antara lahan sisa dengan lahan pekarangan diberi batas berupa pagar tembok. Karang Teledu Nginyah, yaitu tanah atau pekarangan yang terletak di samping Karang Sandang Lawe kosong, atau berhadapan dengan pertigaan saluran air. Tanah seperti ini sangat baik digunakan sebagai rumah tinggal seorang dukun atau balian, tetapi tidak baik digunakan untuk membangun rumah tinggal bagi masyarakat biasa karena dianggap dapat mendatangkan gangguan kesehatan dan kesusahan hidup. Cara mengatasinya adalah dengan membangun sebuah tugu di pertigaan saluran air tersebut. Tugu ini dalam prinsip asta kosala kosali adalah sebagai sarana penangkal tolak bala. Karang Grah, yaitu tanah atau pekarangan yang lokasinya bersebelahan sebelah timur atau utara dengan Pura Kahyangan Tiga, Dang Kahyangan, dan Sad Kahyangan. Tanah seperti ini dianggap dapat mendatangkan bahaya, ketidaktentraman, dan hawa panas. Cara mengatasinya adalah dengan memberi jarak berupa jalan umum atau gang atau tanah seperti ini digunakan sebagai tempat usaha baik berupa bangunan usaha atau lahan usaha seperti perkebunan. Karang Negen Amada-mada Bharata, yaitu dua bidang tanah atau pekarangan dengan letak saling berhadapan dengan dibatasi jalan raya pada bagian tengahnya, yang dimiliki oleh satu keluarga. Tanah seperti ini dianggap dapat membawa gangguan kesehatan dan kesedihan. Cara mengatasinya adalah tidak membangun bangunan yang fungsinya sama, misalnya kedua-keduanya digunakan untuk membangun rumah tinggal. Sehingga kalau pekarangan yang satu sudah digunakan untuk membangun rumah tinggal, maka pekarangan satunya yang di sebarang jalan sebaiknya digunakan sebagai area usaha, apakah itu toko, kontrakan, atau perkebunan. Karang Tumbak Tembok, yaitu tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Cara mengatasinya adalah dengan membuat lorong atau jalan keluar masuk yang tidak berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Karang Naga Sesa Karang Apitan, yaitu tanah atau pekarangan yang letaknya diapit oleh pekarangan orang lain di kanan kirinya dimana dua pekarangan yang mengapit itu dimiliki oleh satu mengatasinya adalah dengan memberi jarak/gang kecil pada perbatasan tanah atau pekarangan. Karang Emet Karang Lebah Paraning Banyu, yaitu tanah atau pekarangan yang lebih rendah dari pekarangan lain sehingga dapat dibanjiri air. Cara mengatasinya adalah dengan membuat saluran drainase atau got pada batas pekarangan. Demikianlah sekelumit tulisan mengenai cara memilih tanah yang baik untuk bangunan rumah berdasarkan prinsip Asta Kosala Kosali. Catatan Kaki 1 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 46 2 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 45 3 lihat 4 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 49 5 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 53 Referensi Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. Asta Kosala Kosali, Fengshui Tata Ruang & Bangunan Bali Hits 13119 Related 2015-10-03 Leave a Reply
Asta Kosala Kosali merupakan Fengshui-nya Bali, adalah sebuah tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci yang ada di Bali yang sesuai dengan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual dengan memperhatikan konsepsi perwujudan, pemilihan lahan, hari baik dewasa membangun rumah, serta pelaksanaan yadnya. Untuk melakukan pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang mpunya rumah. mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti Musti ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas, Hasta ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka Depa ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan A Landasan Filosofis, Etis. dan Ritual Landasan filosofis. Hubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup manusia di dunia ini. Unsur- unsur pembentuk. Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran Dewata Nawasanga. Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga Pangider- ideran adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta ini. Landasan Etis Tata Nilai. Tata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben hilir. Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista Mandala. Pembinaan hubungan dengan lingkungan. Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk Tri Kaya Parisudha Landasan Ritual Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin. B. Konsepsi perwujudan Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam 1. Keseimbangan alam 2. Rwa Bhineda, Hulu- teben, Purusa- Pradhana 3. Tri Angga dan Tri Mandala. 4. Harmonisasi dengan lingkungan. 5. Keseimbangan Alam Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta lingkungan yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. 6. Rwa Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben hilir. Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah jalan raya margi agung atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Pertiwi. 7. Tri Angga dan Tri Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian Tri Mandala yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama seperti tempat pemujaan. Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya tempat tinggal penghuni dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista misalnya kandang. Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian Tri Angga yaitu Utama Angga adalah atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur pondasi. 8. Harmonisasi dengan potensi lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Hindu. C. Pemilihan Tanah Pekarangan. 1. Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar asah, pelemahan inang, pelemahan marubu lalahberbau pedas. 2. Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah karang karubuhan tumbak rurung/ jalan, karang sandang lawe pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan, karang sulanyapi karang yang dilingkari oleh lorong jalan karang buta kabanda karang yang diapit lorong/ jalan, karang teledu nginyah karang tumbak tukad, karang gerah karang di hulu Kahyangan, karang tenget, karang buta salah wetu, karang boros wong dua pintu masuk berdampingan sama tinggi, karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalah tanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” busuk 3. Tanah- tanah yang tidak baik ala tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda. 4. Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Susun. Pekarangan Sempit. Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan alam bhuta. Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Natar. Rumah Bertingkat. Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas. Rumah Susun. Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan. D. Dewasa Membangun Rumah. Dewasa Ngeruwak Wewaran Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Dadi. Sasih Kasa, Ketiga, Kapat, Kedasa. Nasarin Watek Watu. Wewaran Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus, dadi, Sasih Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Kanem. Nguwangun Wewaran Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi. Mengatapi Wewaran Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi. Dewasa ala geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- lainnya. Memakuh/ Melaspas Wewaran Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, dadi. Sasih Kasa, Katiga, Kapat, Kadasa. E. Upacara Membangun Rumah. Upacara Nyapuh sawah dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis upakara paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah” dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis. Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan. Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna. Upakara Nanem dasar pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti- geti. Upakara Pemelaspas. Upakaranya jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2 tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda, maka upacara dan upakara tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi setempat. Asta Kosala Kosali – Fengshui ala Bali Tanah dan tata letak rumah berpengruh terhadap kehidupan asta kosala kosali atau asta bumi bisa dijadikan bangunan arsitek bali yang bisa membuat penghuninya bisa nyaman dan bahagia. Menurut ida Pandita dukuh Samyaga,perkebangan arsitektur bangunan Bali,tak lepas dari peran beberapa tokoh sejarah bali Aga berikut zaman Majapahit. Tokoh Kebo Iwa dan Mpu Kuturan yang hidup pada abad ke 11,atau zaman pemerintahan Raja Anak wungsu di Bali banyak mewarisi landasan pembanguna arsitektur Bali. Danghyang Nirartha yang hidup pada zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad 14,juga ikut mewarnai khasanah arsitektur tersebut ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosala-kosali yang menganggap Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur. Penjelasan dikatakan oleh Ida Pandita Dukuh jauh dikemukakan,Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewa Arsitektur,sebetulnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan kisah tersebut,hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang bisa menyulap laut menjadi sebuah kerajaan untuk secara turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. Karenanya,tiap bangunan di bali selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan demikian di lakukan mulai dari pemilihan lokasi,membuat dasar bagunan sampai bangunan ini bertujuan minta restu kepada Bhagawan Wiswakarma agar bangunan itu hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi kepercayaan masyarakat Hindu Bali,bangunan memiliki jiwa bhuana agung alam makrokosmos sedangkan manusia yang menepati bangunan adalah bagian dari buana alit mikrokosmos. Antara manusia mikrokosmos dan bangunan yang ditempati harus harmonis,agar bisa mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam itu,mebuat bagunan harus sesuai dengan tatacara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi dan Atas Kosala-kosali sebagai fengsui Hindu Bali. Tanah Membuat rumah yang dapt mendatangkan keberuntungan bagi penghuninya,bagi rohaniwan dari Banjar Semaga,Desa Penatih,Denpasar ini harus diawali dengan pemilihan lokasi tanah yang yang bagus dijadikan bagunan adalah tanah yang posisinya lebih rendah miring ke timur sebelum direklamasi. Namun di luar lahan bukan milik kita,posisinya lebih juga tanah bagian utaranya juga harus lebih tanah di pinggir jalan,usahakan posisinya tanah dipeluk baik bila ada air di arah selatan tetapi bukan dari sungai yang mengalir harus berjalan pelan,tetapi posisi sungai juga harus memeluk tanah ,bukan sebaliknya menebas lokasi air yang lambat membuat Dewa air sebagai pembawa kesuburan dan rejeki banyak terserap dalam deras. Selain letak tanah,tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat menguji tekstur tanah,cobalah genggam tanah setelah lepas dari genggaman tanah itu terurai lagi,berarti kualitas tanah tersebut cocok dipilih untuk lokasi lain untuk menguji tekstur tanah yang baik adalah dengan cara melubangi tanah tersebut sedalam 40 Cm lubang itu diurug ditimbun lagi dengan tanah galian tadi. Jika lubang penuh atau kalau bisa ada sisa oleh tanah urugan itu, berati tanah itu bagus untuk jika tanah untuk menutup lubang tidak bisa memenuhi jumlahnya kurang berati tanah tersebut tidak bagus dan tidak cocok untuk rumah karena tergolong tanah lebih baik memilih tanah yang terletak di utara jalan karena lebih mudah untuk melakukan penataan bangunan menurut konsep Asta membuat pintu masuk rumah,letak bangunan,dan tempat suci keluarga merajan/sanggah.Lokasi seperti ini memungkinkan untuk menangkap sinar baik untuk letak pintu masuk yang sesuai,akan memudahkan menangkap Dewa Air mendatangkan rejeki. Kurang Bagus Jangan membangun rumah di bekas tempat-tempat umum seperti bekas balai banjar balai masyarakat, bekas pura tempat suci, tanah bekas tempat upacara ngaben massalpengorong/peyadnyanbekas gria tempat tinggal pedande/pendeta dan tanah bekas pula untuk tidak memilih lokasi tanahbersudut tiga atau lebih dari bersudut di puncak ketinggian,di bawah tebing atau jalan juga kurang bagus untuk rumah karena membuat rejeki seret dan penghuninya akan sakit – juga tanah yang terletak di pertigaan atau di perempatan jalan simpang jalan tidak bagus untuk tempat tinggal tetapi cocok untuk tempat jenis ini termasuk tanah angker karena merupakan tempat hunian Sang Hyang Durga Maya dan Sang Hyang Indra Balaka. Tata Letak Bangunan Setelah direklamasi ditata diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulukepalayang menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu memberi efek matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau diletakan di arah barat barat daya dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu tempat suci atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api. Sumur dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur atau utara di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa Air. Bangunan balai Bandung tempat tidur diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai adat. Pintu Masuk Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu masuk utama dan lainya tidak boleh tinggi lantainya juga tidak boleh sama. Lantai pintu masuk utama dibali berbentuk gapura/angkul – angkul harus dibuat lebih tinggi dari pintu masuk mobil menuju dibuat sama akan memberi efek kurang menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sangat bagus bila di sebelah kiri sebelah timur jika rumah mengadap selatan diatur jambangan air pot air yang disi ikan. Ini sebagai pengundang Dewa Bumi untuk memberi kesuburan seisi menempatkan benda – benda runcing dan tajam yang mengarah ke pintu masuk rumah seperti penempatan meriam kuno,tiang bendera,listrik dan tiang telepon atau tataman yang berbatang tinggi seperti pohon palm,karena membuat penghuninya sakit sakitan akibat dan tempat pembungan kotoran sedapat mungkin di buat di posisi hilir dan lebih rendah dari pintu menempatkan kolam di pekarangan rumah hendaknya dibuat di atas permukaan tanahbukan lobang.Kolam di buat di sebelah kanan pintu masuk dengan posisi memelu rumah,bukan keberadaan kolam yang tidak sesuai akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah. umahbali
Jakarta - Bali memang unik dan menarik. Bali bukan hanya kaya budaya dan seni, tapi juga di bidang perumahan dan arsitektur terutama rumah adat. Selain berfungsi selain sebagai tempat tinggal, warga Bali membangun rumah adat mereka dengan aturan yang disebut Asta Kosala Kosali, yakni aturan tata letak ruangan dan bangunan layaknya fengshui dalam budaya Cina. Seperti halnya fengshui, Asta Kosala Kosali juga mengatur tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk rumah tinggal atau tempat beribadah yang didasarkan pada Sembilan Penguasa Nawa Sanga di setiap penjuru mata angin dengan Dewa Siwa sebagai titik pusatnya. Bila kita menengok ke dalamnya, pada umumnya arsitektur rumah tradisional Bali ini selalu dipenuhi hiasan seperti patung. Warga Bali memproduksi sendiri berbagai perlengkapan yang juga digunakan untuk ritual keagamaan mereka. Pacar Leonardo DiCaprio Kenakan Gaun Pengantin di Karpet Merah Oscar 2020 Nikmati Keindahan Pulo Cinta Gorontalo, Warna Baju Marshanda Jadi Sorotan Cita Rasa Mi Ayam Tumini, Sajian Legendaris di Yogyakarta Selain itu, konsep tata ruang Asta Kosala Kosali ini dilandasi oleh delapan hal, yakni keseimbangan kosmos antara manusia, alam dan sang pencipta, hierarki tata nilai, arah mata angin, ruang terbuka, proporsi dan skala ruang, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran dalam menggunakan material. "Asta Kosala Kosali ini kita diajarkan berkaitan dengan bagaimana membangun itu dapat mencapai keharmonisan dan keseimbangan yang meliputi alam bawah, alam tengah, dan alam atas. Singkatnya, ini adalah pedoman membangun mencapai keharmonisan dan keseimbangan antara alam, manusia, dan Tuhan," ucap I Nyoman Nuri Arthana, sebagai Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa, dalam seminar virtual Arsitektur Bali - Tradisi dan Kekinian, Kamis, 18 Februari 2021. Uniknya, dimensi pengukuran rumah tidak menggunakan meteran, melainkan aturan-aturan anatomi tubuh seperti tangan, jari, lengan, dan kaki dari pemilik rumah. Lalu dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura, sehingga dipercaya akan menciptakan ruang yang proporsional dan ikatan antara pemilik dan bangunan rumah. Nuri menambahkan, bahwa meletakkan bangunan itu adalah untuk mencapai kenyamanan dan keamanan. Arsitektur Bali punya karakteristik yang khas menggunakan budaya kuno dan kesenian pada setiap elemen desain arsitekturnya. Selain itu, desain ini sangat dipengaruhi kentalnya tradisi Hindu Bali, dan sentuhan unsur Jawa kuno. "Tanah menurut tradisi Asta Kosala Kosali yang cocok dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara," kata Nuri. Saksikan Video Pilihan di Bawah IniPuja Mandala pusat peribadatan ini dibangun 1994 di Nusa Dua,Bali. di tempat ini lima tempat ibadah berdiri kokoh karena umatnya menjunjung tinggi toleransi beragama.